MAKALAH METODE PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN MUTU PERKERASAN KAKU
MAKALAH REKAYASA PERKERASAN JALAN
“METODE”
PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN MUTU PERKERASAN KAKU
Dosen :
Ridwan, MT
DI SUSUN OLEH :
SAFIRA FIDARANI
NPM. 1722201000023
YAYASAN
WIJAYA KUSUMA
UNIVERSITAS
DARWAN ALI
FAKULTAS
TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
Jalan A Yani No. 01 Kuala
Pembuang Kab. Seruyan Kalimantan Tengah
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan ini tepat
waktu dan dengan sebagimana mestinya.
Makalah Tugas Rekayasa Perkerasan
Jalan ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan laporan ini. Untuk itu
saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya saya kepada semua
pihak yang memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan, khususnya kepada Bapak
Ridwan, ST.,MT selaku dosen pembimbing dan juga teman-teman Fakultas Teknik
yang telah telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya
menyadari sepenuhnya bahwa tugas besar ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritikan yang membangun dari
teman-teman semua.
Akhir kata saya berharap semoga Makalah Tugas Rekayasa Perkerasan
Jalan
ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Metode
Pelaksanaan dan Pengendalian Mutu Perkerasan Kaku bagi semua pihak.
|
Kuala Pembuang, Desember 2018
Penyusun
|
PENGENDALIAN MUTU BETON PADA PELAKSANAAN JALAN DENGAN
PERKERASAN KAKU
Sutanto
Program
Studi Diploma III Teknik Sipil Fakultas Teknik, Undip
Abstract
Concrete as a
building material has advantages compared with other materials because of its
strength, easy to shape as desired designer, easy to work, easy to obtain raw
materials, densities, treatment is relatively simple and economical
considerations.
As a material
for rigid pavement on the highway project, treatment is similar to other
construction work. Failure to avoid a construction that needs to be done
according to standard and quality control requirements in SNI-03-1734-1989 on
the concrete and SNI-03-1737-1989 on the highway as well as the international
consensus as ASTM, ACI, etc.. Quality control includes the preparation of
concrete materials, mixing, transporting, placing and casting the mixture,
compacting the mixture, treatment and final concrete work.
Specimen testing
performed to evaluate the quality of the work. Of this evaluation will be
concluded whether the work is in accordance with the plan.
Key word : Concrete, rigid
pavement
I.
PENDAHULUAN
Sistem
perkerasan jalan pada garis besarnya ada 2 macam yaitu perkerasan flexible
biasanya digunakan aspal, sedang perkerasan kaku (rigit pavement) bahan
yang digunakan adalah beton. Pemilihan bahan perkerasan pada umumnya didasari
pertimbangan teknis dan non teknis, termasuk nanti bagaimana sistem
pemeliharaannya. Beton dipilih sebagai bahan konstruksi harus memenuhi syarat
kekuatan (strenght) kemudahan pengerjaan (workability) keawetan (durability),
kedap air (impenetrablelity) serta ekonomis dari segi pembiayaan.
Dibanding dengan flexible pavement, pada umunya kegagalan
pekerjaan beton pada rigid pavement, akan membutuhkan biaya yang lebih
besar untuk perbaikannya. Oleh karena itu, pengendalian mutu sebelum, selama
dan sesudah pelaksanaan pembetonan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sesuai
standart dan persyaratan yang ditetapkan.Acuan itu adalah SNI-03-1734- 1989
untuk pekerjaan beton dan SNI-03-1734-1989 tentang jalan raya serta consensus
internasional seperti ASTM, ACI dll. Secara umum pengendalian mutu beton
relatif sama, baik untuk rigid pavement, maupun pekerjaan struktur
lainnya dan mungkin ada beberapa persyaratan tambahan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan jenis konstruksi. Yang membedakan dengan konstruksi lain adalah
dalam perhitungan kekuatan beton. Kalau konstruksi lain sebagai dasar
perhitungan adalah kuat tekan, sedangkan konstruksi perkerasan kaku adalah kuat
tarik beton. Beberapa sifat beton yang memerlukan penanganan khusus adalah retak-retak
beton (cracked) dan sarang rongga beton.
II.
PROSEDUR PENGENDALIAN MUTU BETON
Pengendalian
mutu pelaksanaan proyek apapun pada dasarnya dilakukan disemua tahapan. Hal ini
dilakukan secara terus menerus dan sistematis untuk menghindari kegagalan konstruksi
(failure). Regulasi yang mengatur ini selain SNI-03-1734-1989 tentang
konstruksi beton, juga SNI-03-1737-1989 tentang analisa tebal perkerasan jalan.
Peraturan ini menyebutkan antara lain bagaimana mendapatkan suatu permukaan
jalan atau perkerasan jalan yang memberikan daya dukung yang terukur dan
berfungsi sebagai lapis kedap air yang mampu melindungi lapisan di bawahnya.
Pengendalian
mutu dalam pelaksanaan pembetonan setelah mutu beton dan komposisi campuran
dikendalikan adalah mencakup sejak persiapan, pelaksanaan hingga masa perawatan
selesai dan struktur dapat digunakan.
Tahapan
dalam pengendalian mutu beton adalah sebagai berikut :
1.
Persiapan Pembetonan
a.
Lokasi
pembetonan
Karena yang
dicor berupa perkerasan jalan maka harus diperiksa dulu lapisan jalan di bawah
perkerasan. Apakah sudah memenuhi syarat kepadatan. Pada umumnya uji kepadatan
dilakukan dengan metode CBR atau yang lain. Harus dihitung juga secara cermat
berapa meter kubik beton yang nanti akan dicor sebagai perkerasan kaku. Dimensi,
alinemen, kekuatan dan stabilitas acuan untuk menahan berat dan tekanan beton
basah harus memenuhi persyaratan. Untuk mencegah terjadinya penguapan akibat
suhu tinggi, lokasi pembetonan harus terlindung dari pengaruh cuaca langsung,
hal ini untuk menghindari retaknya beton.
b.
Tersedianya
bahan dasar beton
Bahan dasar
beton adalah Portland cement, agregat halus (pasir), agregat kasar (kricak),
air, serta bahan additive. Bahan dasar tersedia minimal 110% dari jumlah
kebutuhan yang direncanakan. Mutu beton sangat tergantung pada bahan dasar ini
selain faktor lainnya. Jadi bahan dasar harus berkualitas sesuai dengan contoh
yang dijadikan dasar perencanaan (mix design).
Selain itu harus
dipertimbangkan jarak antara basecamp dan quarey dan juga jarak
antara basecamp dengan lokasi pembetonan.
c.
Persyaratan
bahan dasar beton
Bahan dasar
beton :
1.
Semen
2.
Agregat
kasar dan halus
3.
Air
4.
Bahan
tambahan (Admixture)
1.
Semen
Kekuatan
semen merupakan hasil dari proses hidrasi, artinya semen akan mengeras apabila
berinteraksi dengan air. Bahan baku pembentuk semen adalah Kapur (CaO), Silika
(Si O2) dan Alumunia (Al2 O3) ditambah dengan sedikit Magnesia (Mg O), Alkali
dan Oksida besi. Komposisi dan variasi bahan baku tersebut tergantung dari tujuan
konstruksi. Sehingga semen untuk konstruksi gedung berbeda dengan konstruksi
Jalan Raya, demikian pula berbeda untuk konstruksi pelabuhan.
2.
Agregat
kasar dan halus
Agregat
adalah masa beton yang paling banyak (sekitar 60% - 80%). Karenanya dibutuhkan
persyaratan menurut ASTM. Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai
gradasi yang baik dan sesuai dengan standard analisa saringan, jenis agregat
dapat berupa batu pecah alami, kerikil alami, pasir alami, agregat buatan serta
agregat khusus untuk konstruksi pelindung nuklir. Syarat agregat tidak boleh
mengandung lumpur yang berlebihan, juga tidak boleh mengandung senyawa kimia
yang bersifat destruktif terhadap beton.
3.
Air
Air
digunakan untuk membuat beton yang karena terjadi reaksi kimia dengan semen untuk
membasahi agregat dan melumasnya agar mempunyai sifat workability.
Selanjutnya setelah terjadi proses kimia yang berupa rekristalisasi dalam
bentuk interlocking crystal. Dari sini kemudian terbentuk gelombang yang
akan mempunyai kekuatan tinggi apabila mengeras. Syarat – syarat air untuk
beton pada umumnya sama dengan syarat – syarat air untuk minum. Air tidak boleh
mengandung senyawa yang berbahaya, tidak boleh mengandung garam, minyak, gula
atau bahan – bahan kimia lainnya. Karenannya apabila dipakai maka akan menurunkan
kekuatan beton dan juga mengubah sifat – sifat semen. Faktor air semen juga
merupakan kriteria penting dalam desain struktur beton, yang biasanya merupakan
perbandingan antara berat air terhadap berat semen dalam campuran.
4.
Bahan
tambahan (admixture)
Bahan
tambahan adalah bahan yang bukan semen, agregat dan air yang ditambahkan. Pada
saat pencampuran yang berfungsi untuk mengubah sifat – sifat beton agar sesuai
dengan pekerjaan tertentu yang diinginkan.
Jenis
bahan tambahan adalah sebagai berikut :
a.
Tipe A : Water Reducing Admixtures atau Plasticizer
Bahan kimia
tambahan untuk mengurangi jumlah air yang digunakan. Dengan pemakaian bahan ini
diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai kekentalan
adukan yang sama, atau diperoleh kekentalan adukan lebih encer pada faktor air
semen yang sama.
b.
Tipe B : Water Retarding Admixtures
Bahan kimia
untuk memperlambat proses pengikatan semen. Bahan ini diperlukan apabila
dibutuhkan waktu yang cukup lama antara pencampuran/pengadukan beton dengan
penuangan adukan. Atau dimana jarak antara tempat pengadukan beton dan tempat
penuangan adukan cukup jauh.
c.
Tipe C : Accelerating Admixtures
Bahan kimia
untuk mempercepat proses pengikatan dan pengerasan semen. Bahan ini digunakan
jika penuangan adukan dilakukan dibawah permukaan air, atau pada struktur beton
yang memerlukan pengerasan segera.
d.
Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixtures
Bahan kimia
tambahan berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi air dan memperlambat proses
pengikatan.
e.
Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixtures
Bahan kimia
tambahan berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi air dan mempercepat proses
pengikatan.
f.
Tipe F : Water Reducing, High Range Admixtures
(Superplasticizer)
Bahan kimia
tambahan berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi air sampai 12 % atau bahkan
lebih dan mempercepat proses pengikatan dan pengerasan beton.
g.
Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding
Admixtures
Bahan kimia
tambahan biasanya dimasukkan dalam campuran beton dalam jumlah yang relatif
kecil dibandingkan dengan bahan-bahan utama, maka tingkatan kontrolnya harus
lebih besar daripada pekerjaan beton biasa. Hal ini untuk menjamin agar tidak
terjadi kelebihan dosis, karena dosis yang berlebihan akan bisa mengakibatkan
menurunnya kinerja beton bahkan lebih ekstrem lagi bisa menimbulkan kerusakan
pada beton.
Menurut
ASTM C494 dan British Standard 5075, Superplasticizer adalah
bahan kimia tambahan pengurang air yang sangat effektif. Dengan
pemakaian bahan tambahan ini diperoleh adukan dengan faktor air semen
lebih rendah pada nilai kekentalan adukan yang sama atau diperoleh
adukan dengan kekentalan lebih encer dengan factor air semen yang
sama, sehingga kuat tekan beton lebih tinggi.
Superplasticizer
juga mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan workabilitas bahan
ini merupakan sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa terjadi pemisahan (segregasi/bleeding)
yang umumnya terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar, maka bahan
ini berguna untuk pencetakan beton ditempat-tempat yang sulit seperti tempat
pada penulangan yang rapat. Superplasticizer dapat memperbaiki workabilitas namun
tidak berpengaruh besar dalam meningkatkan kuat tekan beton untuk faktor air
semen yang diberikan. Namun kegunaan superplasticizer untuk beton mutu tinggi
secara umum sangat berhubungan dengan pengurangan jumlah air dalam campuran
beton. Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang digunakan, dosis dan tipe
dari superplasticizer yang dipakai. (L. J. Parrot,1998).
Untuk
meningkatkan workability campuran beton, penggunaan dosis
superplasticizer secara normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1 meter kubik
beton. Larutan superplasticizer terdiri dari 40% material aktif. Ketika superplasticizer
digunakan untuk menguarangi jumlah air, dosis yang digunakan akan lebih besar,
5 sampai 20 liter tiap 1 meter kubik beton.(Neville, 1995)
Diposkan oleh Iqbal Batubara di 03.04
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis!
Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Label: Teknologi Bahan
civil
community:Admixture
5.
Peralatan
Jumlah
dari kondisi peralatan harus dalam keadaan baik dan cukup. Alat tersebut antara
lain pencampur beton, pemadat, concrete pump, conveyor belt, bucket dan tower
crane, dumper dan truck mixer. Yang semuanya disediakan sesuai
dengan jenis dan kualitas beton yang direncanakan. Untuk menghindari hal yang
tidak diinginkan harus disediakan peralatan cadangan.
6.
Tenaga
kerja
Jumlah
dan kemampuan (skill) tenaga kerja harus sesuai dengan jumlah peralatan,
jenis serta volume campuran yang akan dihasilkan dan waktu pelaksanaan yang direncanakan.
2.
Pencampuran Beton
Pencampuran
bahan dasar beton harus menggunakan takaran yang telah dikalibrasi. Penakaran
bahan dasar harus memenuhi ketelitian untuk semen dan air 1%, agregat 2% dan
bahan aditive 3%. Ada dua cara pencampuran bahan dasar, yaitu berdasarkan
volume dan berat, untuk mutu beton kurang dari fc 25 MPa, pencampuran dapat
dilakukan berdasarkan volume bahan dasar. Beton mutu tinggi bahan dasarnya ditakar
berdasarkan berat. Pencampuran harus dilakukan dengan alat pencampur mekanis agar
didapatkan mortal yang homogen. Modifikasi campuran dilapangan berupa kebutuhan
penambahan air untuk meningkatkan konsistensi campuran harus selalu disertai
dengan penambahan semen setara dengan faktor air semen yang telah ditetapkan.
3.
Pengangkutan, Penempatan dan Pengecoran Campuran
Beton
Pengangkutan
campuran dari mixer/batch plant kelokasi pembetonan harus disesuaikan
dengan sifat beton dan jenis konstruksi. Macam-macam alat pengangkut beton
adalah gerobak dorong, ember, talang, pompa (concrete pump), conveyor
belt, bucket dan tower cran, dumper dan truck mixer. Hal yang
penting harus dihindari dalam proses pengangkutan adalah :
-
Terjadinya
segregasi
-
Kehilangan
pasta dan air
-
Pengurangan
tingkat kemudahan pengerjaan.
Penempatan
campuran beton harus sedekat mungkin pada lokasi yang akan dicor. Pelaksanaan
pengecoran dilakukan bertahap dan saling tumpang tindih untuk mencegah
sambungan dingin. Bila pembetonan tidak selesai, maka pembetonan dihentikan pada
tempat yang tidak membahayakan konstruksi sesuai petunjuk tenaga ahli. Bila pembetonan
telah mengeras, pembetonan baru dapat dilaksanakan setelah permukaan beton lama
dikasarkan dan dibersihkan dengan sikat kawat.
4.
Kompaksi Campuran Beton
Kepadatan
beton sangat dipengaruhi oleh konsistensi campuran beton. Disamping itu cara
pemadatan yang benar juga merupakan salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan,
oleh karena itu pengendalian mutu campuran berupa pengukuran kekentalannya harus
dilakukan secara teliti dan terukur. Metode ini dikenal dengan slump test.
Harus diperhatikan bahwa pemadatan adalah usaha untuk memperkecil rongga udara
seminimal mungkin, alat yang dipakai adalah penggetar mekanis (vibrator).
Pelaksanaan pemadatan seharusnya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
-
Hindari
kemungkinan saling meredam
-
Penggetaran
dilakukan secukupnya untukmenghindari segregasi
-
Jangkauan
titik pemadatan harus saling tumpang tindih agar hasil pemadatan merata.
5.
Perawatan dan Pekerjaan Akhir Beton
Tujuan
utama perawatan beton adalah mencegah penguapan air secara tibatiba pada
permukaan beton, mencegah perubahan suhu secara mendadak dan mencegah retak
plastis setelah pembetonan. Cara melaksanakan perawatan beton adalah dengan
melindungi beton selama perawatan (finishing), bahan pelindung dapat
berupa karung atau terpal yang lembab diletakkan di atas permukaan beton secara
tidak langsung. Selama beberapa jam setelah finishing perlu diadakan
penyiraman halus (fog spraying) dengan air. Cat membrane dapat juga
menahan air dalam beton, dan diberikan segera setelah lapisan air hilang dan
sebelum permukaan beton terlalu kering sehingga meresap. Perlu diingatkan bahwa
pada 3 hari pertama sesudah pengecoran proses pengerasan beton tidak boleh
diganggu oleh getaran atau tumbukan. Disamping itu beton tidak boleh dibebani
selama beton belum cukup keras/umur. Pelepasan cetakan beton diperkenankan
apabila beton sudah cukup keras/umur dan kalau masih ada terdapat lubang atau
rongga yang diakibatkan oleh pemadatan kurang sempurna segeralah diisi dengan
mortar. Menurut SNI penggunaan struktur diperbolehkan setelah beton berumur 28
hari.
III.
PENGUJIAN BENDA UJI
Benda
uji dibuat untuk keperluan evaluasi mutu beton dan mutu pelaksanaan yang
diambil secara acak. Hasil laboratories benda uji menunjukkan pencapaian mutu pelaksanaan,
dengan demikian apabila teknik sampling salah akan memberikan hasil
salah pula. Menurut SNI, pengambilan benda uji tergantung dari jumlah kubikasi
beton yang dikerjakan. Bila jumlah kubikasi kurang dari 40 m3, pengambilan sample
setiap 40 m3/20 = 2 m3, bila jumlah kubikasi lebih dari 60 m3 pengambilan sample
dilakukan setiap 3 m3 adalah 1 buah, misal kubikasi ada 100 m3, maka jumlah
pengambilan sample = (60/3) + (100–60)/5) = 25 buah. Pengujian
laboratorium setelah sample berumur 28 hari. Tetapi bila dikehendaki
pengujian dini (kurang 28 hari), maka jumlah sample harus ditambah
sesuai dengan maksud pengujian dini. Pengujian dini dapat dilakukan pada sample
berumur 7 hari, 14 hari atau 21 hari. Hasil-hasilnya nanti akan dikonversikan
dengan rumus tertentu. Jenis benda uji dapat berupa kubus berukuran 15 x 15 x
15 x 1cm3 dan silinder dengan ukuran diameter 15 cm tinggi 30 cm. Hasil yang didapat
antar keduanya ada nilai konversinya. Cara membuat benda uji mengacu pada peraturan
yang berlaku baik menurut SNI, ASTM maupun ACI. Pengujian di laboratorium
meliputi berat per sample, ukuran, kuat tekan beton yang pada umumnya memakai
mesin tekan UTM (universal testing of material) hasil dari
pengujian kemudian dianalisa, termasuk kelas berapa kuat tekannya. Untuk
kepentingan analisa pembebanan pada rigid pavement, kuat tarik beton
menjadi faktor penentu juga.
IV.
PENGUJIAN LANGSUNG PADA STRUKTUR
Pengujian
langsung pada struktur beton dilakukan hanya karena bila ada keraguan pada
benda uji yang diduga tidak mewakili. Ada 2 cara pengujian langsung yaitu
pengujian yang tidak merusak konstruksi dan yang merusak. Sistem pengujian
tanpa merusak pada umumnya memakai palu beton (hammer test). Permukaan
yang diuji ditembak dengan hammer test, kemudian dicatat angka
pantulannya dan dikorelasikan terhadap kuat tekan beton. Sedang sistem
pengujian dengan cara merusak bagian konstruksi hanya dilaksanakan atas
persetujuan pihakpihak terkait. Jadi bagian dari konstruksi ini diambil dalam
bentuk kubus kecil yang kemudian kubus ini diuji di laboratorium. Hasil dari
cara ini relatif lebih valid dibanding dengan cara pertama. Dalam hal kasus-kasus
tertentu apabila semua upaya pengujian tetap meragukan hasilnya, maka berdasarkan
alasan teknis dapat dilakukan uji pembebanan penuh (loading test) atas pengawasan
dari tenaga ahli yang ditunjuk.
V.
KESIMPULAN
a.
Pengendalian
mutu beton pada pekerjaan rigid pavement dilakukan sebelum, selama dan
sesudah pembetonan sesuai persyaratanpersyaratan teknis yang berlaku. Hal ini karena
apabila terjadi kegagalan konstruksi biaya perbaikan akan lebih besar bila
dibanding dengan flexible pavement.
b.
Pengujian
benda uji mutlak harus dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan
apakah sudah sesuai atau belum dengan perencanaan.
c.
Semua
pihak yang terkait dalam pelaksanaan pekerjaan harus berpegang pada komitmen
bahwa hasil pekerjaan harus baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Nawy, 6 Edward,
2009, Reinforce Concrete, Pearson Education Inc, New Jersy
Sukirman Silvia,
1994, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova Bandung
Sudarsono, 1995,
Konstruksi Jalan Raya, Badan Penerbit PU, Jakarta
SNI-03-1725-1989
tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan dan Jalan Raya
SNI-03-1734-1989
tentang Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang
SNI-03-1737-1989
tentang Pengujian CBR Lapangan
SNI-03-1738-1989
tentang Tata Cara Pelaksanan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya
Komentar
Posting Komentar